Bakasi, Saco-Indonesia.com — Sejumlah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendatangi Gedung DPR, Kamis (16/1/2014).
Bakasi, Saco-Indonesia.com — Sejumlah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendatangi Gedung DPR, Kamis (16/1/2014). Para petugas menggunakan rompi berwarna krem dengan tulisan di bagian belakang "KPK". Mereka langsung menuju ruang anggota Fraksi Partai Demokrat, Sutan Bhatoegana di lantai 9 nomor 0905, dan Tri Yulianto di lantai 10 nomor 1013, di Gedung Nusantara I DPR.
Dari informasi yang dihimpun, penyidik KPK tiba sekitar pukul 10.00 WIB. Wartawan yang sempat terkecoh tak diberikan kesempatan untuk mengambil gambar suasana penggeledahan.
Hingga berita ini ditayangkan, penggeledahan masih berlangsung. Lorong menuju ruang Tri Yulianto dijaga seorang petugas pengamanan dalam Gedung Parlemen. Tampak pula seorang anggota Brimob yang turut berjaga dengan dilengkapi senjata laras panjang.
KOMPAS.com/Indra Akuntono Ketua DPP Partai Demokrat Sutan Bhatoegana
Tak diperoleh informasi lebih jauh terkait penggeledahan ini. Diduga, penggeledahan terkait kasus dugaan suap di SKK Migas yang menjerat mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) Rudi Rubiandini.
Disebut terima uang
Sebelumnya, Sutan Bhatoeganadisebut menerima uang 200.000 dollar AS dari Rudi. Hal itu terungkap dalam dakwaan Rudi yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (7/1/2014).
Jaksa Riyono menjelaskan, uang yang diserahkan ke Sutan merupakan bagian dari 300.000 dollar AS yang diterima Rudi dari bos Kernel Oil Singapura Widodo Ratanachaitong.
"Uang 300.000 dollar AS tersebut, menurut terdakwa, diberikan kepada Sutan Bhatoegana melalui Tri Yulianto sebesar 200.000 dollar AS di sebuah toko di Jalan MT Haryono, Jakarta Selatan," kata Riyono.
Riyono memaparkan, uang 300.000 dollar AS diterima Rudi dari Deviardi pada tanggal 26 Juli 2013 di Gedung Plasa Mandiri Gatot Subroto, Jakarta Selatan.
Adapun Deviardi menerima uang itu dari anak buah Widodo, Simon Gunawan Tanjaya. Setelah itu, sisa uang tersebut disimpan oleh Rudi dalam safe deposit box Bank Mandiri. Sutan pernah diperiksa KPK terkait pemberian uang itu. Dia membantah Komisi VII DPR RI meminta tunjangan hari raya (THR) kepada Rudi.
Sumber : kompas.com
Editror :Maulana Lee
Tak ada yang lebih indah daripada kehidupan yang penuh
dengan kesyukuran. Rasanya semua orang menginginkannya.
Saco-Indonesia.com, Tak ada
yang lebih indah daripada kehidupan yang penuh dengan kesyukuran. Rasanya semua orang
menginginkannya. Berbagai usaha pun dilakukan, mulai dari yang kecil berupa membina hati,
kemudian hal yang gampang dan ringan dengan ucapan atau yang berat dan besar dengan tindakan
– tindakan nyata. Sayangnya, tak banyak orang yang pada akhirnya dapat merasakan predikat
indah itu. Kesyukuran timbul tenggelam di dalam samudera kehidupan ini. Silih berganti. Sebab
jumlah nikmat yang tak terhitung dan sifat lupa dan lalai manusia akan nikmat itu sendiri.
Alhasil, hidup berlimpah dengan rasa syukur menjadi barang yang sulit ditemukan. Tak jarang,
malah terlupakan.
Hal ini diperkuat dengan garis Allah di dalam Kitabnya, dimana Allah
menyebutkan bahwa kategori orang yang bisa bersyukur itu sedikit. Dan sedikit sekali dari hamba-
hamba-Ku yang bersyukur”. (QS Saba’:13) Konsekuensi dari hukum ini diantaranya adalah
susahnya mencari keteladanan dalam bersyukur. Di Quran misalnya hanya beberapa hamba yang
tertulis sebagai ahli syukur, Nabi Nuh misalnya seperti yang tertulis di dalam surat al-Israa
ayat 3, innahu kaana ‘abdan syakuuron - sesungguhnya dia adalah hamba (Allah) yang banyak
bersyukur.
Kemudian Nabi Daud dan keluarganya, yang disebutkan di dalam surat
Saba ayat 13, i’maluu aalaa daawuuda syukron - bekerjalah wahai keluarga Daud untuk
bersyukur (kepada Allah). Berkenaan dengan masalah syukur ini Nabi Dawud pernah bertanya kepada
Allah. “Bagaimana aku mampu bersyukur kepadaMu ya Allah, sedangkan bersyukur itupun nikmat
dari Engkau? Allah pun menjawab, “Sekarang engkau telah bersyukur kepadaKu, karena engkau
mengakui nikmat itu berasal dari-Ku”.
Berkaitan dengan masalah ini
Rasulullah SAW pun menegaskan dengan sabdanya; “Shalat yang paling dicintai oleh Allah
adalah shalat nabi Daud; ia tidur setengah malam, kemudian bangun sepertiganya dan tidur
seperenam malam. Puasa yang paling dicintai oleh Allah juga adalah puasa Daud; ia puasa sehari,
kemudian ia berbuka di hari berikutnya, dan begitu seterusnya”.(Rowahu al-Bukhari, Muslim)
Juga Rasulullah SAW menjelaskan dengan sabdanya; “Tidaklah seseorang
itu makan makanan yang lebih baik kecuali dari hasil kerja tangannya sendiri. Karena sesungguhnya
Nabi Daud as senantiasa makan dari hasil kerja tangannya sendiri.” (Rowahu al-Bukhari)
Di dalam jalur riwayat lain, Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Tsabit Al-Bunani
bahwa Nabi Daud membagi waktu shalat kepada istri, anak dan seluruh keluarganya sehingga tidak
ada sedikit waktupun, baik siang maupun malam, kecuali ada salah seorang dari mereka sedang
menjalankan shalat.
Tampilnya keluarga Nabi Dawud sebagai teladan dalam
bersyukur memang tepat dan contoh yang diberikan juga gamblang. Bersyukur tidak hanya dengan
hati, perkataan dan tindakan sebagaimana yang dicontohkan Keluarga Nabi Daud. Lebih dari itu
bersyukur adalah dalam rangka mencari kecintaan - keridhoan dari Allah.
Demikian juga apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAW dalam masalah ini. Ketika turun
Surat Fath ayat 1 yang menetapkan pengampunan kepada Rasulullah SAW atas dosa yang terdahulu dan
yang akan datang, kesungguhan Rasulullah SAW dalam bersyukur semakin menjadi. Shalat malamnya
membuat kedua kaki beliau bengkak – bengkak, sehingga Aisyah pun berkata, “Kenapa
engkau berbuat seperti ini? Bukankah Allah telah menjamin untuk mengampuni segala dosa-dosamu
baik yang awal maupun yang akhir?” Rasulullah menjawab, “Afalam akuunu abdan syakuron
- Tidakkah aku menjadi hamba yang bersyukur”. (Rowahu Al-Bukhari).
Dari
tiga teladan di atas, kita perlu menelusuri lebih lanjut jalan menjadi ahli bersyukur. Walaupun
tertulis sedikit kita berharap dan berusaha menjadi bagian yang sedikit itu. Sebagai
inspirasi cerita berikut layak dicermati. Suatu saat Umar bin Khaththab pernah mendengar
seseorang berdo’a, “Ya Allah, jadikanlah aku termasuk golongan yang sedikit”.
Mendengar itu, Umar terkejut dan bertanya, “Kenapa engkau berdoa demikian?” Sahabat
itu menjawab, “Karena saya mendengar Allah berfirman, “Dan sedikit sekali dari
hamba-hambaKu yang bersyukur”, makanya aku memohon agar aku termasuk yang sedikit
tersebut.”
Ada hal – hal yang bisa dilakukan untuk menumbuhkan
benih – benih kesyukuran agar terpatri di dalam hati. Yang pertama adalah benih hati
“tidak merasa memiliki, tidak merasa dimiliki kecuali yakin segalanya milik Allah
SWT.” Allah berfirman; “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepada kalian, dengan
sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita
gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka
mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun" (QS al Baqoroh 155 –
156).
Sebab makin kita merasa memiliki sesuatu akan semakin takut kehilangan.
Dan takut kehilangan adalah suatu bentuk kesengsaraan. Tapi kalau kita yakin semuanya milik
Allah, maka ketika diambil oleh Allah tidak layak kita merasa kehilangan. Karena kita hanya
tertitipi. Dalam kondisi seperti ini layak direnungi kaidah tukang parkir. Setiap hari di area
parkir berjajar mobil mewah dari Mercy, BMW, Toyota, Mazda dan mobil bagus lainnya. Walau dari
pagi sampai petang mobil – mobil itu di bawah tanggung jawab si tukang parkir, tetapi
apakah dia bisa marah, sedih, ketika mobil – mobil tersebut diambil pemiliknya kala sore
hari? Tentu tidak. Bahkan dramawan WS Rendra menulis dengan apik, hakikat harta sebagai titipan
seperti dalam puisinya Makna Sebuah Titipan.
Sering kali aku berkata, ketika
orang memuji milikku,
bahwa sesungguhnya ini hanya titipan
Bahwa mobilku hanya
titipan Nya, bahwa rumahku hanya titipan Nya,
bahwa hartaku hanya titipan Nya
Tetapi, mengapa aku tidak pernah bertanya, mengapa Dia menitipkan padaku?
Untuk apa
Dia menitipkan ini padaku?
Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan
untuk milik Nya ini?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yg bukan milikku?
Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh Nya?
Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah,
kusebut itu sebagai ujian,
kusebut itu sebagai petaka,
kusebut dengan panggilan apa saja yang melukiskan bahwa itu
adalah derita
Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang cocok dengan hawa
nafsuku,
aku ingin lebih banyak harta, lebih banyak mobil, lebih banyak rumah,
lebih banyak popularitas, dan kutolak sakit, kutolak kemiskinan.
Seolah
semua “derita” adalah hukuman bagiku
Seolah keadilan dan kasih Nya harus
berjalan seperti matematika:
“aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita
menjauh dariku,
dan nikmat dunia kerap menghampiriku
Kuperlakukan Dia
seolah mitra dagang, dan bukan kekasih
Kuminta Dia membalas “perlakuan
baikku” dan
menolak keputusan Nya yang tak sesuai keinginanku,
Gusti, padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah…
“Ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja”
Rahasia benih kedua menjadi ahli syukur adalah “selalu memuji Allah dalam segala
kondisi. " Kenapa? Allah berfirman; “Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah,
niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.” (QS An-nahl 18). Karena kalau dibandingkan antara nikmat dengan
musibah tidak akan ada apa-apanya. Musibah yang datang tidak sebanding dengan samudera nikmat
yang tiada bertepi.
Ini seperti cerita seorang petani miskin yang kehilangan
kuda satu-satunya. Orang-orang di desanya amat prihatin terhadap kejadian itu, namun ia hanya
istirja dan mengatakan, alhamdulillah, cuma kuda yang hilang. Bukan lainnya. Seminggu kemudian
kuda tersebut kembali ke rumahnya sambil membawa serombongan kuda liar. Petani itu mendadak
menjadi orang kaya. Orang-orang di desanya berduyun-duyun mengucapkan selamat kepadanya, namun ia
hanya berkata, alhamdulillah.
Tak lama kemudian petani ini kembali mendapat
musibah. Anaknya yang berusaha menjinakkan seekor kuda liar terjatuh sehingga patah kakinya.
Orang-orang desa merasa amat prihatin, tapi sang petani hanya mengatakan, alhamdulillah cuma
patah kakinya. Ternyata seminggu kemudian tentara masuk ke desa itu untuk mencari para pemuda
untuk wajib militer. Semua pemuda diboyong keluar desa kecuali anak sang petani karena kakinya
patah. Melihat hal itu si petani hanya berkata singkat, alhamdulillah. Allah telah mengatur
segalanya.
Apa yang harus membuat kita menderita? Adalah menderita karena kita
tamak kepada yang belum ada dan tidak mensyukuri apa yang ada sekarang.
Benih
ketiga untuk menjadi ahli syukur adalah “manfaatkan nikmat yang ada untuk mendekatkan
diri kepada Allah SWT”. Allah berfirman; “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di
antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepada kalian dan bersyukurlah kalian kepada Allah,
jika benar-benar hanya kepada-Nya kalian menyembah.” (QS Al-Baqoroh 172)
Alkisah ada tiga pengendara kuda masuk ke dalam hutan belantara, kemudian dia tertidur.
Saat terjaga dilihat kudanya telah hilang beserta semua perbekalannya. Betapa kagetnya
mereka, karena alamat tidak bisa meneruskan perjalanan. Pada saat yang sama dalam keadaan kaget
tersebut, ternyata seorang raja yang bijaksana melihatnya dan mengirimkan kuda yang baru lengkap
dengan perbekalan untuk perjalanan mereka. Ketika dikirimkan reaksi ketiga pengendara yang
hilang kudanya itu berbeda-beda.
Pengendara pertama si-A kaget dan
berkomentar; "Wah ini kuda yang hebat sekali, bagus ototnya, lengkap perbekalannya dan
banyak pula!” Dia sibuk dengan kuda dan perbekalannya tanpa bertanya kuda siapakah ini?
Pengendara kedua Si-B, gembira dengan kuda yang ada dan berkomentar; "Wah ini kuda yang
hebat, dan saya benar – benar membutuhkannya. Terima kasih, terima kasih.” Begitulah
si-B bersyukur dan berterima kasih kepada yang memberi. Sikap pengendara ke tiga, si-C beda lagi.
Ia berkata; "Lho ini bukan kuda saya, ini kuda milik siapa?” Yang ditanya menjawab;
" Ini kuda milik raja."
Si-C bertanya kembali; "Kenapa raja memberikan
kuda ini ?” Dijawab; "Sebab raja mengirim kuda agar engkau mudah bertemu dengan sang
raja". Dengan bersuka cita si-C menjawab; “Terima kasih atas semuanya, sehingga saya
bisa sampai ke sang raja.”
Dia gembira bukan karena bagusnya kuda, dia gembira
karena kuda dapat memudahkan dia dekat dengan sang raja.
Begitulah, si-A
adalah gambaran manusia yang kalau mendapatkan mobil, motor, rumah, dan kedudukan sibuk
dengan semua itu, tanpa sadar bahwa itu semua adalah titipan. Yang B mungkin adalah model orang
kebanyakan yang ketika senang mengucap Alhamdulillah. Tetapi ahli syukur yang asli adalah
yang ketiga yang kalau punya sesuatu dia berpikir bahwa inilah kendaraan yang dapat menjadi
pendekat kepada Allah SWT. Ketika mempunyai uang dia mengucap alhamdulillah, uang inilah pendekat
saya kepada Allah. Ia tidak berat untuk membayar zakat, dia ringan untuk bersadaqah, karena
itulah jalan mendekatkan diri kepadaNya.
Benih syukur yang keempat adalah
“berterima kasih kepada yang telah menjadi jalan perantara nikmat.” Seorang anak
disebut ahli syukur kalau dia tahu balas budi kepada ibu dan bapaknya. Benar orang tua kita tidak
seideal yang kita harapkan, tetapi masalah kita bukan bagaimana sikap orang tua kepada kita,
tetapi sikap kita kepada orang tua. Sama halnya dengan nikmat lainnya, kadang datangnya melalui
perantara, maka yang terpenting adalah bagaimana kita bisa bersikap yang baik kepadanya.
Diriwayatkan dari Usamah bin Zaid r.a. dia berkata, “Rasululloh SAW bersabda;
’Barangsiapa diberi suatu kebaikan, lalu dia berkata kepada pemberinya – Jazaakallohu
khairo/Semoga Allah membalas kebaikan (yang lebih baik) kepadamu – maka dia telah sampai
(sempurna) di dalam memuji.”(Rowahu at-Tirmidzi, dia berkata hadist hasan ghorib)
Dari al-Asy’ats bin Qois r.a. dia berkata, “Rasululoh SAW bersabda tidak
bersyukur kepada Allah orang yang tidak bersyukur (berterima kasih) kepada manusia.”
(Rowahu Ahmad)
Dari Abu Huroiroh r.a, dari Nabi SAW beliau
bersabda,”Tidak bersyukur kepada Allah orang yang tidak bersyukur kepada manusia.”
(Rowahu Abu Dawud dan at- Tirmidzi dia berkata hadist shohih)
Sebagai pelengkap benih
– benih di atas, tentunya adalah memperbanyak doa untuk menyirami benih – benih itu.
Berdoa untuk menjadi hamba yang penuh kesyukuran, sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah SAW
kepada sahabat Muadz bin Jabal. Hadist itu diriwayatkan oleh Sunan Abu Dawud (Kitabu
Sholah) dan Sunan Nasa’i (Kitabu as-Sahwi), juga terdapat dalam Musnad Ahmad, yang
dishohihkan oleh Ibnu Hibban dan al-Hakim. Dari Muadz bin Jabal r.a. sesungguhnya Rasulullah SAW
memegang tangannya Muadz dan berkata; ”Ya Muadz, Demi Allah sesungguhnya aku benar-benar
mencintaimu, Demi Allah sesungguhnya aku benar-benar mencintaimu.” Seterusnya Beliau
berkata, ”Aku wasiat kepadamu hai Muadz, jangan meninggalkan sungguh engkau di dalam setiap
habis sholat untuk berdoa - Allohumma a’innaa ’alaa dzikrika, wasyukrika wahusni
’ibadatik - Ya Allah tolonglah kami untuk senantiasa berdzikir kepadaMu, bersyukur kepadaMu
dan beribadah kepadaMu dengan baik”.
Setelah menjadi orang iman, tantangan
berikutnya yang menghadang adalah berpacu untuk menjadi orang yang berkelimpahan kesyukuran.
Walaupun kesempatannya kecil, kita masih punya peluang meraihnya bukan? Nah, sebagai parameter
penutup bisa dirujuk cerita tentang seorang pengembala yang ditanya oleh tuannya.
“Bagaimana cuaca hari ini?” “Hari ini cuacanya sangat menyenangkan”,
jawabnya. ‘Apakah kamu tidak melihat bahwa dari pagi mendung dan tak tampak matahari?
” “Betul tuan, tetapi kehidupan ini telah mengajarkan kepada saya bahwa banyak
keinginan yang tidak saya dapatkan, oleh karena itu saya mulai mensyukuri apa saja yang saya
dapatkan.”
Lalu, dimanakah kita sekarang?
Oleh
:Ustadz.Faizunal Abdillah
Sumber:LDII
Editor:Liwon Maulana(galipat)