Biro Perjalanan Haji Plus 2015 di Jakarta Hubungi 021-9929-2337 atau 0821-2406-5740 Alhijaz Indowisata adalah perusahaan swasta nasional yang bergerak di bidang tour dan travel. Nama Alhijaz terinspirasi dari istilah dua kota suci bagi umat islam pada zaman nabi Muhammad saw. yaitu Makkah dan Madinah. Dua kota yang penuh berkah sehingga diharapkan menular dalam kinerja perusahaan. Sedangkan Indowisata merupakan akronim dari kata indo yang berarti negara Indonesia dan wisata yang menjadi fokus usaha bisnis kami.
Biro Perjalanan Haji Plus 2015 di Jakarta Alhijaz Indowisata didirikan oleh Bapak H. Abdullah Djakfar Muksen pada tahun 2010. Merangkak dari kecil namun pasti, alhijaz berkembang pesat dari mulai penjualan tiket maskapai penerbangan domestik dan luar negeri, tour domestik hingga mengembangkan ke layanan jasa umrah dan haji khusus. Tak hanya itu, pada tahun 2011 Alhijaz kembali membuka divisi baru yaitu provider visa umrah yang bekerja sama dengan muassasah arab saudi. Sebagai komitmen legalitas perusahaan dalam melayani pelanggan dan jamaah secara aman dan profesional, saat ini perusahaan telah mengantongi izin resmi dari pemerintah melalui kementrian pariwisata, lalu izin haji khusus dan umrah dari kementrian agama. Selain itu perusahaan juga tergabung dalam komunitas organisasi travel nasional seperti Asita, komunitas penyelenggara umrah dan haji khusus yaitu HIMPUH dan organisasi internasional yaitu IATA.
Jerman Sebagai Negara Maju Sedang Berjuang Hadapi Bencana
Ancaman
banjir belum juga berlalu di Jerman.
MAGDEBURG, Saco-Indonesia.Com -
Ancaman banjir belum juga berlalu di Jerman. Ribuan petugas darurat, tentara, dan relawan,
Minggu (9/6), mengalihkan perhatian kepada Kota Magdeburg yang berjuang melawan banjir terburuk
di Eropa tengah dalam satu dekade.
Banjir di Jerman dalam sepekan terakhir
telah menyebabkan evakuasi massal, yang menurut anggota parlemen sebagai sebuah ”bencana
nasional”. Luapan air Sungai Elbe yang bergerak ke utara kini mengancam Magdeburg, kota di
timur Jerman. Wilayah luas di sekitar kota tertutup lautan air warna coklat akibat hujan lebat
di hulu Sungai Elbe yang berada di Ceko.
Tingkat muka air Sungai Elbe di
Magdeburg 7,45 meter pada Minggu pagi, lebih tinggi tiga kali lipat daripada muka air normal
yang setinggi dua meter. Pejabat setempat mengatakan, kondisi itu lebih buruk daripada banjir
besar di kawasan itu tahun 2002.
Walau ada upaya keras untuk mengamankan
kota, sebuah bendungan jebol di selatan kota di titik di mana Sungai Elbe bertemu anak Sungai
Saale. Pusat komando krisis lokal mengatakan, hal itu memaksa 150 warga yang masih bertahan di
wilayah itu harus dievakuasi ke tempat yang lebih tinggi.
Presiden Jerman
Joachim Gauck kemarin mengunjungi Negara Bagian Saxony dan Saxony- Anhalt yang terkena banjir.
Dari udara, atap dan puncak-puncak pohon menyembul dari wilayah luas yang tergenang air, dan
hanya bisa dijangkau dengan perahu dan helikopter.
Ironisnya, matahari musim
panas bersinar cerah di atas wilayah yang dilanda banjir. Ribuan relawan dan petugas yang
mengisi karung pasir dan membantu warga mengungsi harus menggunakan tabir surya dan losion
antinyamuk.
Harian Leipziger Volkszeitung memberitakan, pemerintahan
Kanselir Angela Merkel merencanakan pertemuan krisis dengan perdana menteri negara- negara
bagian untuk membicarakan biaya bencana itu. ”Kita menghadapi bencana nasional,”
kata Gerda Hasselfeldt, anggota parlemen dari Uni Sosial Kristen.
Ironisnya,
bencana ini juga menjadi tontonan sejumlah warga. Mereka menghalangi upaya penyelamatan dan
membuat kesal para petugas. ”Wisata bencana adalah masalah serius. Orang- orang yang
menonton memarkir mobil sembarangan, menghalangi jalan dan petugas darurat, mengancam
keselamatan tanggul, serta membahayakan diri mereka sendiri,” kata Hans-Peter Kroeger,
Ketua Asosiasi Pemadam Kebakaran, seperti dikutip kantor berita DPA.
Normal
Keadaan di Ceko normal setelah puncak banjir lewat.
Namun, penahan banjir tetap dipasang setelah ada prakiraan badai dan hujan lebat. ”Bahaya
masih ada, bahkan di tempat-tempat yang telah terkena banjir karena tanah masih basah,”
kata PM Ceko Petr Necas.
Kini giliran banjir mengancam Budapest, Hongaria,
seiring arah aliran Sungai Danube ke timur. Warga bekerja sama memperkuat tanggul dengan
menambah karung pasir.
PM Hongaria Viktor Orban mengatakan, ketinggian muka
air Sungai Danube mencapai puncaknya di Budapest, Minggu malam. Tanggul-tanggul sungai telah
diperkuat di beberapa titik kritis. Orban mengatakan, tingkat air baru surut perlahan pekan
depan. (AFP/Reuters/DI)
Sumber : Kompas
Cetak/http://internasional.kompas.com/read/2013/06/10/08544552/Jerman.Berjuang.Hadapi.Bencana
Editor :Liwon Maulana
SYARAT HAJI
Secara umum, syarat-syarat haji dan umrah adalah sama, yaitu:
Islam
Baligh
&nbs
Secara umum, syarat-syarat haji dan umrah adalah sama, yaitu:
Islam
Baligh
Berakal sehat
Merdeka
Istitha'ah
Keterangan
Orang non muslim tidak sah dalam melaksanakan haji atau umrah. Jika dia berkunjung ke tanah suci bahkan mengikuti ibadah haji atau umrah seperti thawaf dan sa'i maka perjalanan haji atau umrahnya hanya sebatas melancong saja.
Ukuran baligh (dewasa) adalah 9 tahun untuk anak perempuan dan sekitar 15 tahun untuk anak laki-laki. Atau sebagian mengatakan rata-rata umur 15 tahun, baik untuk anak perempuan maupun anak laki-laki. Seorang yang belum mencapai usia baligh tidak memiliki kewajiban melaksanakan ibadah haji/umrah. Bila dia sudah dewasa dan memiliki kemampuan materi dan non materi, maka wajib mengulangi ibadah haji/umrah.
Berakal sehat adalah tidak gila dan tidak memiliki gangguan jiwa.
Yang dimaksud merdeka adalah tidak berstatus sebagai budak (hamba sahaya di masa Rasulullah Saw. yang di masa modern ini hampir tidak ditemukan di dunia). Istilah merdeka juga bisa diartikan bebas dari tanggungan hutang dan tanggungan nafkah keluarga yang ditinggalkan.
Istilah Istitha'ah berarti mampu, baik secara materi dengan tidak memiliki hutang, maupun kesiapan mental dan spiritual.
Nepal’s Young Men, Lost to Migration, Then a Quake
KATHMANDU, Nepal — When the dense pillar of smoke from cremations by the Bagmati River was thinning late last week, the bodies were all coming from Gongabu, a common stopover for Nepali migrant workers headed overseas, and they were all of young men.
Hindu custom dictates that funeral pyres should be lighted by the oldest son of the deceased, but these men were too young to have sons, so they were burned by their brothers or fathers. Sukla Lal, a maize farmer, made a 14-hour journey by bus to retrieve the body of his 19-year-old son, who had been on his way to the Persian Gulf to work as a laborer.
“He wanted to live in the countryside, but he was compelled to leave by poverty,” Mr. Lal said, gazing ahead steadily as his son’s remains smoldered. “He told me, ‘You can live on your land, and I will come up with money, and we will have a happy family.’ ”
Weeks will pass before the authorities can give a complete accounting of who died in the April 25 earthquake, but it is already clear that Nepal cannot afford the losses. The countryside was largely stripped of its healthy young men even before the quake, as they migrated in great waves — 1,500 a day by some estimates — to work as laborers in India, Malaysia or one of the gulf nations, leaving many small communities populated only by elderly parents, women and children. Economists say that at some times of the year, one-quarter of Nepal’s population is working outside the country.
William Pfaff, Critic of American Foreign Policy, Dies at 86
Mr. Pfaff was an international affairs columnist and author who found Washington’s intervention in world affairs often misguided.