MAU UMROH BERSAMA TRAVEL TERBAIK DI INDONESIA ALHIJAZ INDO WISTA..?

Paket Umroh Reguler, paket umroh ramadhan, paket umroh Turki, Paket Umroh dubai dan beberapa paket lainya

Jadwal Umroh Kami ada disetiap minggu, agar  lebih detail Anda bisa tanyakan detail ttg program kami, Sukses dan Berkah Untuk Anda

YOOK LANGSUNG WHATSAPP AJA KLIK DISINI 082124065740

Biro Haji dan Umroh 2016 Hubungi 021-9929-2337 atau 0821-2406-5740 Alhijaz Indowisata adalah perusahaan swasta nasional yang bergerak di bidang tour dan travel. Nama Alhijaz terinspirasi dari istilah dua kota suci bagi umat islam pada zaman nabi Muhammad saw. yaitu Makkah dan Madinah. Dua kota yang penuh berkah sehingga diharapkan menular dalam kinerja perusahaan. Sedangkan Indowisata merupakan akronim dari kata indo yang berarti negara Indonesia dan wisata yang menjadi fokus usaha bisnis kami.

Biro Haji dan Umroh 2016 Alhijaz Indowisata didirikan oleh Bapak H. Abdullah Djakfar Muksen pada tahun 2010. Merangkak dari kecil namun pasti, alhijaz berkembang pesat dari mulai penjualan tiket maskapai penerbangan domestik dan luar negeri, tour domestik hingga mengembangkan ke layanan jasa umrah dan haji khusus. Tak hanya itu, pada tahun 2011 Alhijaz kembali membuka divisi baru yaitu provider visa umrah yang bekerja sama dengan muassasah arab saudi. Sebagai komitmen legalitas perusahaan dalam melayani pelanggan dan jamaah secara aman dan profesional, saat ini perusahaan telah mengantongi izin resmi dari pemerintah melalui kementrian pariwisata, lalu izin haji khusus dan umrah dari kementrian agama. Selain itu perusahaan juga tergabung dalam komunitas organisasi travel nasional seperti Asita, komunitas penyelenggara umrah dan haji khusus yaitu HIMPUH dan organisasi internasional yaitu IATA.

Biro Haji dan Umroh 2016

saco-indonesia.com, Sofa juga merupakan salah satu furnitur rumah yang hampir ada di setiap rumah. Rasa nyaman dan empuk saat di

saco-indonesia.com, Sofa juga merupakan salah satu furnitur rumah yang hampir ada di setiap rumah. Rasa nyaman dan empuk saat digunakan untuk duduk telah membuat banyak orang lebih memilih duduk di sofa dibandingkan dengan jika duduk di kursi biasa atau kursi kayu.

Sofa yang jarang dibersihkan akan dapat menjadi sumber penyakit, oleh karenanya kita juga harus rajin dan secara berkala membersihkannya.

Sofa juga ada yang menggunakan cover yang bisa dilepas dan ada juga yang tidak bisa dilepas. Untuk dapat membersihkan sofa terlebih dahulu perlu diperhatikan bahan apa yang digunakan untuk dapat membungkus sofa tersebut. Jika sofa kita telah miliki ternyata dengan menggunakan cover yang tidak bisa dilepas, maka mau tak mau kita harus rajin membersihkannya dengan menggunakan vacuum cleaner. Atau bisa juga dengan menggunakan tips berikut ini:

Siapkan larutan deterjen dan sikat yang halus. Campurkan deterjen dengan air hingga berbusa banyak. Sikat bagian yang kotor dengan menggunakan busa deterjen tadi. Kemudian keringkan dengan menggunakan hairdryer. Kotoran juga akan dengan mudah terangkat dan sofa kembali menjadi bersih.

Sementara untuk yang cover-nya bisa dilepas untuk dapat membersihkannya ada beberapa cara. Untuk sofa yang menggunakan cover dengan bahan katun, kita juga bisa membersihkannya dengan cara mencuci menggunakan air (atau bisa menggunakan tips di atas tadi). Setelah itu jika mau diseterika juga boleh.

Untuk cover sofa yang menggunakan bahan dari polyester maka ini tidak boleh kena air. Cara terbaik untuk dapat membersihkannya adalah dengan menggunakan dry cleaning.

Sementara untuk cover yang menggunakan bahan dari woll sebaiknya tidak dicuci dengan air. Untuk mencucinya anda bisa dengan cara sistem dry cleaning.

Berbeda jika covernya dengan menggunakan bahan kulit. Untuk kulit ini ada dua jenis yaitu kulit asli dan kulit sintetis. Untuk yang menggunakan bahan kulit asli maka harus dibersihkan dengan pembersih khusus, biasanya berbentuk lotion. Sementara bila menggunakan kulit sintetis maka cukup dengan cara dilap dengan lap kering atau setengah basah.


Editor : Dian Sukmawati

saco-indonesia.com, Kepolisian Daerah Sumatera Utara telah menahan FD, adik Bupati Nias Selatan Idealisman Dachi. FD diduga tela

saco-indonesia.com, Kepolisian Daerah Sumatera Utara telah menahan FD, adik Bupati Nias Selatan Idealisman Dachi. FD diduga telah terlibat korupsi pengalihan lahan untuk fasilitas umum menjadi lokasi Balai Benih Induk.

"Mulai Senin pukul 20.00 WIB malam , FD telah resmi kami tahan," kata Direktur Reskrim Khusus Polda Sumut Kombes Pol Dono Indarto di Medan, Senin (23/12). Demikian dilansir dari Antara.

Penahanan tersebut juga merupakan kelanjutan proses penyidikan 1atas kasus dugaan korupsi tersebut setelah penahanan Sekdakab Nias Selatan AL dan Asisten I Pemkab Nias Selatan FS. FD diduga juga ikut serta dalam mengalihkan proyek pengadaan lahan untuk fasilitas umum tersebut menjadi Lahan Balai Benih Induk (BBI).

Dugaan korupsi tersebut telah berawal ketika Pemkab Nias Selatan menganggarkan dana Rp 10 miliar dari APBD tahun 2012 guna pembelian lahan yang diperuntukan perkantoran dan fasilitas umum.

Namun, anggaran untuk pengadaan fasilitas umum tersebut telah dialihkan menjadi pengadaan Balai Benih Induk dan menyerahkan pemegang proyek kepada FD. Akibat kebijakan tersebut, negara diperkirakan telah mengalami kerugian sekitar Rp9,4 miliar.

"Kami juga masih harus mendalami dan mengembangkan penyidikan. Jika ditemukan bukti, siapapun kita lakukan tindakan sama sesuai hukum," katanya.

Direktorat Reskrim Khusus Polda Sumut menahan Sekdakab Nias Selatan AL dan Asisten I Pemkab Nias Selatan FS pada Kamis (19/12).


Editor : Dian Sukmawati

The magical quality Mr. Lesnie created in shooting the “Babe” films caught the eye of the director Peter Jackson, who chose him to film the fantasy epic.

Though Robin and Joan Rolfs owned two rare talking dolls manufactured by Thomas Edison’s phonograph company in 1890, they did not dare play the wax cylinder records tucked inside each one.

The Rolfses, longtime collectors of Edison phonographs, knew that if they turned the cranks on the dolls’ backs, the steel phonograph needle might damage or destroy the grooves of the hollow, ring-shaped cylinder. And so for years, the dolls sat side by side inside a display cabinet, bearers of a message from the dawn of sound recording that nobody could hear.

In 1890, Edison’s dolls were a flop; production lasted only six weeks. Children found them difficult to operate and more scary than cuddly. The recordings inside, which featured snippets of nursery rhymes, wore out quickly.

Yet sound historians say the cylinders were the first entertainment records ever made, and the young girls hired to recite the rhymes were the world’s first recording artists.

Year after year, the Rolfses asked experts if there might be a safe way to play the recordings. Then a government laboratory developed a method to play fragile records without touching them.

Audio

The technique relies on a microscope to create images of the grooves in exquisite detail. A computer approximates — with great accuracy — the sounds that would have been created by a needle moving through those grooves.

In 2014, the technology was made available for the first time outside the laboratory.

“The fear all along is that we don’t want to damage these records. We don’t want to put a stylus on them,” said Jerry Fabris, the curator of the Thomas Edison Historical Park in West Orange, N.J. “Now we have the technology to play them safely.”

Last month, the Historical Park posted online three never-before-heard Edison doll recordings, including the two from the Rolfses’ collection. “There are probably more out there, and we’re hoping people will now get them digitized,” Mr. Fabris said.

The technology, which is known as Irene (Image, Reconstruct, Erase Noise, Etc.), was developed by the particle physicist Carl Haber and the engineer Earl Cornell at Lawrence Berkeley. Irene extracts sound from cylinder and disk records. It can also reconstruct audio from recordings so badly damaged they were deemed unplayable.

“We are now hearing sounds from history that I did not expect to hear in my lifetime,” Mr. Fabris said.

The Rolfses said they were not sure what to expect in August when they carefully packed their two Edison doll cylinders, still attached to their motors, and drove from their home in Hortonville, Wis., to the National Document Conservation Center in Andover, Mass. The center had recently acquired Irene technology.

Audio

Cylinders carry sound in a spiral groove cut by a phonograph recording needle that vibrates up and down, creating a surface made of tiny hills and valleys. In the Irene set-up, a microscope perched above the shaft takes thousands of high-resolution images of small sections of the grooves.

Stitched together, the images provide a topographic map of the cylinder’s surface, charting changes in depth as small as one five-hundredth the thickness of a human hair. Pitch, volume and timbre are all encoded in the hills and valleys and the speed at which the record is played.

At the conservation center, the preservation specialist Mason Vander Lugt attached one of the cylinders to the end of a rotating shaft. Huddled around a computer screen, the Rolfses first saw the wiggly waveform generated by Irene. Then came the digital audio. The words were at first indistinct, but as Mr. Lugt filtered out more of the noise, the rhyme became clearer.

“That was the Eureka moment,” Mr. Rolfs said.

In 1890, a girl in Edison’s laboratory had recited:

There was a little girl,

And she had a little curl

Audio

Right in the middle of her forehead.

When she was good,

She was very, very good.

But when she was bad, she was horrid.

Recently, the conservation center turned up another surprise.

In 2010, the Woody Guthrie Foundation received 18 oversize phonograph disks from an anonymous donor. No one knew if any of the dirt-stained recordings featured Guthrie, but Tiffany Colannino, then the foundation’s archivist, had stored them unplayed until she heard about Irene.

Last fall, the center extracted audio from one of the records, labeled “Jam Session 9” and emailed the digital file to Ms. Colannino.

“I was just sitting in my dining room, and the next thing I know, I’m hearing Woody,” she said. In between solo performances of “Ladies Auxiliary,” “Jesus Christ,” and “Dead or Alive,” Guthrie tells jokes, offers some back story, and makes the audience laugh. “It is quintessential Guthrie,” Ms. Colannino said.

The Rolfses’ dolls are back in the display cabinet in Wisconsin. But with audio stored on several computers, they now have a permanent voice.

Artikel lainnya »