MAU UMROH BERSAMA TRAVEL TERBAIK DI INDONESIA ALHIJAZ INDO WISTA..?

Paket Umroh Reguler, paket umroh ramadhan, paket umroh Turki, Paket Umroh dubai dan beberapa paket lainya

Jadwal Umroh Kami ada disetiap minggu, agar  lebih detail Anda bisa tanyakan detail ttg program kami, Sukses dan Berkah Untuk Anda

YOOK LANGSUNG WHATSAPP AJA KLIK DISINI 082124065740

Agen Umroh di Depok Hubungi 021-9929-2337 atau 0821-2406-5740 Alhijaz Indowisata adalah perusahaan swasta nasional yang bergerak di bidang tour dan travel. Nama Alhijaz terinspirasi dari istilah dua kota suci bagi umat islam pada zaman nabi Muhammad saw. yaitu Makkah dan Madinah. Dua kota yang penuh berkah sehingga diharapkan menular dalam kinerja perusahaan. Sedangkan Indowisata merupakan akronim dari kata indo yang berarti negara Indonesia dan wisata yang menjadi fokus usaha bisnis kami.

Agen Umroh di Depok Alhijaz Indowisata didirikan oleh Bapak H. Abdullah Djakfar Muksen pada tahun 2010. Merangkak dari kecil namun pasti, alhijaz berkembang pesat dari mulai penjualan tiket maskapai penerbangan domestik dan luar negeri, tour domestik hingga mengembangkan ke layanan jasa umrah dan haji khusus. Tak hanya itu, pada tahun 2011 Alhijaz kembali membuka divisi baru yaitu provider visa umrah yang bekerja sama dengan muassasah arab saudi. Sebagai komitmen legalitas perusahaan dalam melayani pelanggan dan jamaah secara aman dan profesional, saat ini perusahaan telah mengantongi izin resmi dari pemerintah melalui kementrian pariwisata, lalu izin haji khusus dan umrah dari kementrian agama. Selain itu perusahaan juga tergabung dalam komunitas organisasi travel nasional seperti Asita, komunitas penyelenggara umrah dan haji khusus yaitu HIMPUH dan organisasi internasional yaitu IATA.

Agen Umroh di Depok

Menteri Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, pengumuman kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi selambat-lambatnya tanggal 17 Juni 2013.

JAKARTA, Saco- Indonesia.com — Menteri Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, pengumuman kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi selambat-lambatnya tanggal 17 Juni 2013. Hal itu sesuai dengan selesainya rapat paripurna soal Rancangan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara Perubahan (RAPBNP 2013).

"Kenaikan harga BBM subsidi akan dilaksanakan selambat- lambatnya tanggal 17 Juni 2013 sesuai berakhirnya pembahasan APBNP 2013," kata Hatta Rajasa di Kantor Presiden seperti dikutip dari laman Sekretariat Kabinet di Jakarta, Selasa (4/6/2013).

Lebih lanjut, Hatta mengatakan bahwa pembahasan APBNP 2013 bukan hanya menjadi kepentingan pemerintah, melainkan juga negara. Dengan demikian, semua pihak terikat dengan jadwal ketat yang sudah ditetapkan DPR.

"Begitu selesai di DPR, pemerintah akan langsung mengumumkan penyesuaian harga BBM beserta kompensasinya," kata Hatta. Penyesuaian harga BMM bersubsidi, kata Hatta, harus segera dilakukan secepatnya, dan yang penting masyarakat harus dibantu. Hatta mengingatkan kepada para spekulan untuk tidak main-main dengan harga dan tidak mencoba melakukan penimbunan BBM.

"Hentikan spekulasi seperti itu karena akan berhadapan dengan hukum. Jangan berspekulasi," katanya. Dalam rangka menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok menjelang puasa, Hatta mengatakan bahwa pemerintah akan melakukan intervensi demi mencukupi ketersediaan pangan nasional.

"Kita bersyukur bulan Mei terjadi deflasi dan berharap pada bulan Juni ini inflasi tidak terlalu tinggi. Caranya dengan menjaga pasokan bahan pangan sehingga cukup," tambahnya.

Untuk mengantisipasi inflasi yang tinggi, pihaknya sudah meminta jajarannya untuk secepatnya melakukan intervensi untuk menjaga harga pangan, terutama daging.

"Kasihan nanti menjelang puasa daging harganya tinggi. Rakyat kita kan ingin makan daging," ungkapnya.

Sementara itu, Menko Kesra Agung Laksono mengatakan, penyesuaian harga BBM bersubsidi harus dilakukan secepatnya karena volume BBM subsidi terus meningkat. Jika berlarut-larut, maka akan ada risikonya.

"Saat ini kuota BBM bersubsidi telah melampaui batas, yakni mencapai 48 juta kiloliter dari sebelumnya 46 juta kiloliter," ujar Agung. Terkait adanya partai anggota-anggota koalisi di kabinet yang menolak kesepakatan bersama menyangkut harga BBM serta kompensasinya, Agung mengingatkan, sebagai anggota koalisi yang tergabung dalam sekretariat gabungan, sebaiknya kesepakatan politik apa pun yang sudah disepakati dengan cara demokratis dan ikhlas seharusnya tinggal dilaksanakan. Terlebih lagi, jika hal itu menyangkut kepentingan rakyat banyak.

 
Editor :Liwon Maulana(galipat)

Solusi tepat dan ampuh untuk melangsingkan badan melalui metode obat herbal sebagai Cara Melangsingkan Badan Secara Tradisional

Solusi tepat dan ampuh untuk melangsingkan badan melalui metode obat herbal sebagai Cara Melangsingkan Badan Secara Tradisional yang alami tanpa efek samping dengan Obat Slimming Capsule. Terbuat dari bahan alami yang aman untuk dikonsumsi. Simak tips melansingkan badan.

Inilah 10 jenis makanan yang dapat membantu Anda menurunkan berat badan.

    1. Daging sapi : Bertolak belakang dengan persepsi populer, menyantap steak daging sapi juga ternyata dapat menurunkan berat Anda. Riset yang dipublikasikan The American Journal of Clinical Nutrition menyebutkan, wanita yang dalam dietnya menyertakan daging merah mencatat penurunan berat lebih banyak ketimbang mereka yang menyantap jumlah kalori sama dengan sedikit daging sapi . Kandungan protein dalam steak, kata peneliti, juag dapat mempertahankan masa otot selama program penurunan berat badan .

    2. Telur : Telur tidak akan merusak jantung Anda, tetapi justru membantu Anda lebih langsing beberap ainci. Riset para ahli di Louisiana State University Baton Rouge menunjukkan, wanita yang menjalani diet rendah kalori dan menyantap telur, roti dan jelly tiap pagi kehilangan berat dua kali lebih banyak ketimbang mereka yang sarapan bagel dengan jumlah kalori sama tapi tanpa telur. Menurut peneliti, telur membuat kenyang, sehingga Anda makan lebih sedikit.

    3. Oat : Oatmeal telah menempati peringkat teratas dalam hal mengenyangkan di antara makanan lain. Tidak sperti kebanyakan karbohidrat, oat—bahkan yang berjenis instan sekalipun —akan dicerna dengan lambat. Jadi, makanan ini berpengaruh kecil pada gula darah.

    4. Kacang lentil : Lentil adalah makanan terbaik untuk merampingkan perut. “Mereka tinggi akan protein dan serat larut, dua nutrien yang dapat menstabilkan kadar gula darah,” kata Tanya Zuckerbrot, R.D., penulis The F-Factor Diet (Putnam Adult). Mengonsumsi lentil dapat mencegah lonjakan insulin yang membuat tubuh Anda membentuk lemak, terutama di area perut.”

    5. Apel : Sebuah apel sehari dapat mencegah terjadinya penambahan berat, demikian riset para ilmuwan di Penn State University. Mereka yang makan sebuah apel sebelum menyantap pasta tercatat mengonsumsi sedikit kalori dibanding mereka yang menyantap kudapan lain. Apel memiliki kandungan serat yang tinggi —4 sampai 5 gram—yang membuat perut jadi kenyang. Hebatnya lagi, antioksidan pada apel dapat mencegah sindrom metabolik, yang ditandai dengan penumpukan lemak di lingkar perut

    6. cara melangsingkan badan secara tradisionalCabai : Cabai bisa meningkatkan metabolisme. Zat yang terkandung dalam cabai yang disebut capsaicin mempunyai efek thermogenic, yakni membuat tubuh membakar ekstra kalori selama 20 menit setelah menyantap cabai. Selain itu, Anda tak lagi bisa menyantap hidangan dalam sekejap. Makan dengan lambat membuat otak Anda merekam bahwa perut Anda kenyang. Jadi Anda tidak akan makan secara berlebihan.

    7. Yogurt : Pelaku diet menyebut plain yogurt sebagai makanan sempurna. Dengan kombinasi karbohidrat, protein dan lemak, yogurt dapat menekan rasa lapar dengan menjaga kadar gula darah tetap stabil. Studi para ahli di University of Tennessee, menyatakan mereka yang menjalani diet rendah kalori dengan menambah yogurt mengalami penurunan lemak total 61 persen lebih besar dan 81 persen lemak perut ketimbang mereka yang diet tanpa yogurt.

    8. Parmesan : Wanita yang minum whole milk atau makan keju setiap hari cenderung tidak terlalu mengalami penambahan berat badan, menurut studi yang dimuat The American Journal of Clinical Nutrition. Penggemar lowfat-dairy justru tidak memperoleh manfaat yang sama. Produk whole milk memiliki asam linoleat terkonjugasi, yang dapat membantu tubuh Anda membakar lemak.

    9. Alpukat : Jangan biarkan kandungan lemak dalam sebuah alpukat (29 gram) membuat Anda cemas. Justru itulah yang membuat makanan ini menjadi penurun berat terbaik. Kandungan lemak tak jenuh tunggal (monounsaturated) yang terkandung di dalamnya dapat meningkatkan rasa kenyang.

    10. Olive oil : Seperti halnya alpukat, olive oil memiliki kandungan lemak yang meningkatkan rasa kenyang, dan menghentikan selera makan. Riset juga menunjukkan olive oil berkhasiat sebagai anti radang.

Itulah tips cara melangsingkan badan secara tradisional ada yang lebih bagus untuk melangsingkan dengan cepat aman dan tidak ada efek samping yaitu dengan Obat Slimming Capsule.

Ms. Meadows was the older sister of Audrey Meadows, who played Alice Kramden on “The Honeymooners.”

Imagine an elite professional services firm with a high-performing, workaholic culture. Everyone is expected to turn on a dime to serve a client, travel at a moment’s notice, and be available pretty much every evening and weekend. It can make for a grueling work life, but at the highest levels of accounting, law, investment banking and consulting firms, it is just the way things are.

Except for one dirty little secret: Some of the people ostensibly turning in those 80- or 90-hour workweeks, particularly men, may just be faking it.

Many of them were, at least, at one elite consulting firm studied by Erin Reid, a professor at Boston University’s Questrom School of Business. It’s impossible to know if what she learned at that unidentified consulting firm applies across the world of work more broadly. But her research, published in the academic journal Organization Science, offers a way to understand how the professional world differs between men and women, and some of the ways a hard-charging culture that emphasizes long hours above all can make some companies worse off.

Photo
 
Credit Peter Arkle

Ms. Reid interviewed more than 100 people in the American offices of a global consulting firm and had access to performance reviews and internal human resources documents. At the firm there was a strong culture around long hours and responding to clients promptly.

“When the client needs me to be somewhere, I just have to be there,” said one of the consultants Ms. Reid interviewed. “And if you can’t be there, it’s probably because you’ve got another client meeting at the same time. You know it’s tough to say I can’t be there because my son had a Cub Scout meeting.”

Some people fully embraced this culture and put in the long hours, and they tended to be top performers. Others openly pushed back against it, insisting upon lighter and more flexible work hours, or less travel; they were punished in their performance reviews.

The third group is most interesting. Some 31 percent of the men and 11 percent of the women whose records Ms. Reid examined managed to achieve the benefits of a more moderate work schedule without explicitly asking for it.

They made an effort to line up clients who were local, reducing the need for travel. When they skipped work to spend time with their children or spouse, they didn’t call attention to it. One team on which several members had small children agreed among themselves to cover for one another so that everyone could have more flexible hours.

A male junior manager described working to have repeat consulting engagements with a company near enough to his home that he could take care of it with day trips. “I try to head out by 5, get home at 5:30, have dinner, play with my daughter,” he said, adding that he generally kept weekend work down to two hours of catching up on email.

Despite the limited hours, he said: “I know what clients are expecting. So I deliver above that.” He received a high performance review and a promotion.

What is fascinating about the firm Ms. Reid studied is that these people, who in her terminology were “passing” as workaholics, received performance reviews that were as strong as their hyper-ambitious colleagues. For people who were good at faking it, there was no real damage done by their lighter workloads.

It calls to mind the episode of “Seinfeld” in which George Costanza leaves his car in the parking lot at Yankee Stadium, where he works, and gets a promotion because his boss sees the car and thinks he is getting to work earlier and staying later than anyone else. (The strategy goes awry for him, and is not recommended for any aspiring partners in a consulting firm.)

A second finding is that women, particularly those with young children, were much more likely to request greater flexibility through more formal means, such as returning from maternity leave with an explicitly reduced schedule. Men who requested a paternity leave seemed to be punished come review time, and so may have felt more need to take time to spend with their families through those unofficial methods.

The result of this is easy to see: Those specifically requesting a lighter workload, who were disproportionately women, suffered in their performance reviews; those who took a lighter workload more discreetly didn’t suffer. The maxim of “ask forgiveness, not permission” seemed to apply.

It would be dangerous to extrapolate too much from a study at one firm, but Ms. Reid said in an interview that since publishing a summary of her research in Harvard Business Review she has heard from people in a variety of industries describing the same dynamic.

High-octane professional service firms are that way for a reason, and no one would doubt that insane hours and lots of travel can be necessary if you’re a lawyer on the verge of a big trial, an accountant right before tax day or an investment banker advising on a huge merger.

But the fact that the consultants who quietly lightened their workload did just as well in their performance reviews as those who were truly working 80 or more hours a week suggests that in normal times, heavy workloads may be more about signaling devotion to a firm than really being more productive. The person working 80 hours isn’t necessarily serving clients any better than the person working 50.

In other words, maybe the real problem isn’t men faking greater devotion to their jobs. Maybe it’s that too many companies reward the wrong things, favoring the illusion of extraordinary effort over actual productivity.

Artikel lainnya »